Kamis, 29 Desember 2011

jelajah eksplorasi empat penjuru

Ba a kaba, Uni Uda Mpers? (bagaimana kabar, mas mbak Mpers, red.)

Hehehe semoga senantiasa diliputi kebaikan dan kebahagiaan untuk kita semua ya. Hmm kali ini perkenanlah saya sebagai duta wisata Ranah Minang *hohoho unofficial sekali* untuk sekali lagi menceritakan suatu hikayat perjalanan jelajah eksplorasi keindahan Ranah Minang selama liburan tiga hari kemarin.

Beginilah nasib seorang Bujang Painan apabila dirinya tak bisa pulang kampung karena libur yang hanya sabanta sajo (sebentar saja, red.) dan muaaaahalnya ongkos untuk itu. Jadilah libur yang relatif terhitung begitu pendek ini ya digunakan untuk jelajah eksplorasi *wuidih bahasanyo melangit* tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi.

Hmm kali ini jelajah eksplorasinya emang cukup relevan kok untuk menggambarkan kisah perjalanan nyatanya heuheuheu, soalnya emang bener-bener mencoba-coba untuk membolang (bukan petualang lo, tapi bocah ilang hohoho) di ranah nagari urang hehehe. Dan setelah diulas balik, ternyata ada yang cukup unik dengan jelajah kali ini. Jelajah kali ini rupanya mempunyai empat penjuru arah yang berbeda. Ni apalagi setelah saya lihat dan telusuri daerah-daerah yang saya kunjungi pada peta. Weuw padahal saya tuh ndak menyengajakan untuk seperti itu lo, semua destinasi jelajah saya tuh bisa dibilang cukup insidental, walaupun sih ya juga udah kepikiran pengen banget dan penasaran kek gimana beberapa tujuan yang saya targetkan. Empat penjuru ini sih keitung kalau diliat dari titik sentralnya di kota Padang lo, bukan Painan hehehe. Maklumilah kota Padang kan jadi ibukota provinsi, jadi ya paslah ya buat jadi titik sentral penjuru ini.

Coba kita liat petanya di bawah ini, beneran empat penjuru kan...

Nah, langsung aja deh, saya kasih cerita satu per satu dari objek yang saya singgahi dalam jelajah eksplorasi kali ini. Selamat menikmati...

Eksplorasi Selatan : Keindahan Sago

Sago merupakan nama suatu daerah yang ada di sebelah utara nagari Painan. Jaraknya sekitar 8-10 km-anlah keknya. Antara daerah Sago dan Painan ini masih keitung dalam satu kecamatan yaitu kecamatan IV (Ampek) Jurai. Sago sendiri secara administratif masuknya di kenagarian Salido yang memang ada di sebelah utara nagari Painan.

Apakah di Sago itu ada banyak tanaman sagu ditanam sehingga dinamai demikiankah? Hohoho mana saya tahu. Jelasnya sih sejauh pengalaman menelusuri daerah ini belum saya temui tuh pohon sagu di sana hehehe. Ndak ngerti juga apakah emang artinya Sago itu sagu dalam bahasa minang hehehe.

Jelasnya daerah ini kalau saya lewati dalam perjalanan Painan-Padang atau pun sebaliknya selalu membuat saya terpesona. Karena apa? Karena ada 3 objek di sana yang ingin banget saya kunjungi. Yang pertama adalah kawasan pantai terbuka yang tampak di pinggir jalan sewaktu saya melintas dalam perjalanan. Tiap kali lewat tuh rasanya pengen bilang ke sopir travelnya untuk minta berhenti dan turun sejenak menikmati pemandangan, hehehe tapi urung saya lakukan demi kemaslahatan penumpang lain hehehe. Dan yap pada hari Sabtu (24/12) kemarenlah saya kesampaian untuk mengunjungi langsung tempat ini dan emang diniatkan untuk mampir ke sana.

Kesan pertama sih sebenarnya pantainya tidak terlalu istimewa, tetapi masih cukup mempesona kok. Pantai ini bukanlah pantai yang dikomersilkan dan masih alami. DI dekatnya didirikan warung-warung penduduk yang tampaknya sepi dan kurang terawat. Gak tahu juga kenapa penyebabnya hehehe. Jelasnya sih pemandangannya dengan garis pantai yang luas dan membentang, weeeeuw keren dah melihat perpaduan perbukitan menyatu dengan luasnya samudera. Ombaknya juga tidak terlalu besar sehingga aman buat main-main dan pasirnya sih masih kehitam-hitaman, ada yang mulai tampak seperti pasir putih, tetapi masih dominan berwarna seperti lumpur.

Nah, itu tadi objek pertama yang bikin penasaran saya di daerah Sago. Kemudian yang kedua adalah tebing curam berwarna kelam yang letaknya tidak jauh dari kawasan pantai terbuka tadi, sekitar 500 m-anlah keknya. Tebing ini tuh keliatan keren banget dengan warna kelam (warna batu cadas gitu) serta kemiringannya sekitar 45 derajat. Pada sekitar tebing itu ditumbuhi semak belukar yang membuat tebing itu jadi sedemikian alami banget.

Hehehe penasaran juga ya rasanya gimana kalau panjat tebing di situ. Tetapi melihat tebingnya basah dialiri air sih keknya tebing ini ndak cocok dah buat panjat tebing hehehe. Kalau udah di atas tebing kan sebenarnya bisa melihat panorama dari atas kan ya, la lalu gimana caranya buat bisa liat panorama itu?

Hohoho ndak usah repot panjat tebing, tinggal susuri aja jalanan yang meliuk dan mendaki di samping tebing itu. Kalau menyusuri jalanan itu, nanti akan ketemu halte yang menyajikan panorama dari atas dan menghadap ke arah lautan lepas luas. Hoooo keren buaaaanget dah. Sebenarnya sih halte itu belum berada pada puncak tebing itu sih, baru setengah puncak bisa dibilang. Hanya sayangnya puncak tebing itu sepertinya ndak bisa diakses karena begitu lebatnya semak belukar tumbuh di sana.

Itu dia tiga objek yang menjadi objek keingintahuan saya pada daerah Sago. Oya, sempat kelewatan juga nih, di Sago ini juga ada yang namanya Islamic Center Sago. Dulu pernah saya ulas sedikit di postingan saya judulnya Musajik Koto Painan. Masjid ini berada di kawasan yang tanahnya belum teroptimalkan dan baru ada masjid saja di sana. Letaknya dekat dengan beberapa institusi pendidikan rupanya, yakni SMA N 3 Painan dan STAI Painan. Sebelum saya memulai jelajah eksplorasi Sago, saya menyempatkan diri sholat di sana dan yup masjidnya lumayan hidup dengan dekatnya beberapa institusi pendidikan di sana, alhamdulillah. 

 Eksplorasi Utara : Pesona Pantai Gandoriah

Setelah berselatan ria dengan keelokan daerah Sago, pada hari Ahad (25/12), saya bertandang ke ibukota provinsi, yakni Padang, untuk menghilangkan rasa penasaran saya akan satu hal. Satu hal apakah itu?

Naik kereta api di Ranah Minang!

Yap, informasi yang saya kumpulkan dari internet, memang rupanya di Ranah Minang ini tersedia sarana transportasi darat berupa kereta, tidak hanya cuman di pulau Jawa yang punya hohoho. Kereta bagi saya pribadi merupakan sarana transportasi favorit. Dulu sewaktu saya kuliah dan magang di Jakarta, selalu kereta menjadi andalan saya untuk pulang ke kota tercinta, Salatiga (via Semarang). Nah, kali ini biar mengobati rindu pulang kampung, jadilah ya coba deh naik kereta api di sini. Siapa tahu ntar diantarkan sampai ke Salatiga *hohoho khayal.com*.

Yang ada sih, saya jadinya malah diantarkan sampai ke suatu kota bernama Pariaman. Kota ini berada di sebelah utara kota Padang dan jarak tempuhnya sekitar 2 jam perjalanan darat via mobil/angkutan umum lainnya atau sekitar 70 menit kalau memakai kereta. Dari kota Padang sendiri ada dua stasiun yang menjadi tempat pemberangkatan kereta ke Pariaman. Stasiun itu adalah Stasiun Tembilahan Padang dan Stasiun Tabing Padang. Kali pertama naik kereta Padang-Pariaman saya coba naik dari Stasiun Tabing karena stasiun ini letaknya cukup mudah diakses, walaupun relatif jauh dari pusat kota Padang.

Harga tiket untuk perjalanan Padang-Pariaman murah lo cukup Rp 2.500,- aja. Hehehe sebenarnya hampir sama juga ya untuk tarif kereta ekonomi di ibukota Jakarta Raya heuheuheu. Keretanya juga rupanya ndak sebegitunya khusus, mirip kok sama kereta Jawa. Yang paliiiiiiiing parah itu adalah betapa orang-orang langsung menyerbu masuk ke dalam kereta, sehingga entah kenapa kok jadi berasa mudik ya heuheuheu. Maklum juga sih soalnya tiket yang dibeli itu tanpa nomor tempat duduk alias siapa cepat dia dapat tempat duduknya gitu hohoho.

Saya sendiri apesnya karena males berdesak-desakan ria saat masuk ke dalam kereta, jadinya saya berdiri deh selama perjalanan huhuhu. Untungnya sih perjalanannya cuman sekitar 70 menit, la kalau perjalanan panjang hohoho ndak bakal mau deh saya berdiri sepanjang hari.  Walau nelangsa nggak dapat tempat duduk, saya mendapatkan suatu keuntungan tersendiri karena dapat melihat panorama sejauh mata memandang dengan berada di gerbong terakhir yang jarak pandang keluar lebih luas dengan dua jendela samping dan satu jendela belakang. Hoooo jadilah sepanjang jalan saya melongo dan jeprat-jepret. Panoramanya indah euy. Sawah, perbukitan nan hijau, dan langit biru. Heuheuheu alami nian. Sebenarnya view perjalanan kereta di Jawa (lintas utara) juga ndak kalah oke, malah melintas seberang laut pula, jadinya ya perjalanan ini kek nostalgia aja heuheuheu.

Sesampainya di Pariaman, hohoho ternyata di samping persis stasiun ada tempat wisata euy. Namanya kawasan Pantai Gandoriah. Hehehe ini juga sebenarnya yang jadi tujuan saya terselubung dengan perjalanan kereta ini soalnya hasil browsing emang menginformasikan tidak jauh dari stasiun, ada pantai buat plesiran. Tak disangka rupanya sedekat itu hehehe. Jadilah yo mari jadi anak pantai lagiiiiii...

Well, pantai gandoriah ini jadi mengingatkan saya akan pantai Parangtritis Jogja. Ombaknya lumayan gedhe-gedhe (tapi keknya emang lebih gedhe yang Parangtritis) dan anginnya huuuuu kencang sekali. Walau ombaknya gedhe gitu, masih aman kok buat maen-maen (asal ndak saking jauhnya aja ke laut hehehe). Pantai ini juga ngepas rame banget, yaeyalah yang liburan kan gak cuman saya doang hehehe.

Nah, yang cukup unik dari pantai ini sepertinya pada gerbang gapuranya. Gerbang gapuranya mengingatkan saya akan satu acara adat yang fenomenal di daerah Pariaman ini, yaitu Festival Tabuik yang diadakan setiap awal tahun hijriyah. Ada semacam tugu dengan bentuk semacam persembahan gitulah. Jelasnya sih festival ini sudah berlalu, tapi keknya di pantai ini juga deh jadi tempatnya (la wong ada gerbang seperti itu).

Tidak lama-lama sih saya ada di sana. Wong soalnya juga waktu terbatas untuk liburan ini. Jadilah pada waktu sekitar pukul 16.00 saya kembali ke Padang. Hehehe naik kereta lagi untuk ke sana, soalnya juga ndak tahu ada transport publik apa lagi buat bali heuheuheu. Dan yap sekali lagi kereta sudah sedemikiannya berdesakan ~_~a. Dan yap pula kalau saya ndak dapat tempat duduk. Langsung aja deh siap plastik terus duduk di depan pintu masuk hehehe. Jadilah sekali lagi walau nelangsa tapi jadinya sangat beruntung bisa melihat pemandangan sebebasnya (walau juga agak ngeri soalnya di depan pintu heuheuheu). Agak anehnya pada tiket keretanya entah mengapa kok bisa naik jadi Rp 10.000,- sekali jalan dan emang sih kereta waktu segitu merupakan kereta terakhir ke Padang... Hmm keknya ada yang cari keuntungan *padahal ya keretanya sama juga*

Sampailah kemudian saya di kota Padang kembali sekitar pukul 17.30an lebih. Karena sudah terhitung sore dan masih belum puas plesiran hehehe, jadi saya memutuskan untuk menginap di Padang dulu deh, di suatu penginapan murah yang jadi langganan saya kalau ada perlu di Padang. Istirahat sejenak untuk kemudian meneruskan jelajah eksplorasi ke penjuru lainnya yosh.

Eksplorasi Timur : Kealamian Taman Raya Bung Hatta

Tibalah keesokan hari pada tanggal 26 Desember 2011. Pagi hari itu saya masih agak terlelap gitu soalnya semalaman nonton tv *sekalian nginep gitu hehehe*, acaranya ngepas oke juga kalau malam-malam *ketawan ndak pernah nonton tv nih huhuhu*. Baru sekitar pukul 10.00 saya kemudian beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini yang menjadi tujuan saya berikutnya adalah Taman Raya Bung Hatta.

Hmmm sepertinya figur Bung Hatta ini emang eksis hingga sekarang di Ranah Minang ini. Tak hanya ada taman raya saja yang dinamakan dengan nama beliau, ada juga istana dengan nama beliau di Bukittinggi. Hehehe sayangnya dulu saat jalan-jalan ke Bukittinggi cuman bisa lihat dari kejauhan istana itu, soalnya ngepas keasyikan di jam gadang (areanya di sebelah objek ini). Nah, hasil browsing ya saya menemukan ada objek lain yang dinamakan dengan nama beliau, yakni Taman Raya Bung Hatta. Letaknya pada perbatasan kota Padang dengan kabupaten Solok sekitar 20 km ke arah timur. Lihat sekilas dari gambar dan cerita yang sudah pernah mengunjunginya sepertinya taman ini seperti kebun raya Bogor atau taman Cibodas. Hohoho wisata pegunungan ini rasanya jarang-jarang saya lakukan, lebih keseringan yang wisata bahari hehehe.

Lalu bagaimanakah caranya menuju ke sana? Saya pun sempat menanyakan teman seangkatan saya yang dinas di kota Solok untuk mengonfirmasi kebenaran info kalau katanya Taman Raya Bung Hatta ini letaknya ada di samping jalan persis jalur Padang-Solok. Yap, saya pun dapat jawabannya dan yosh langsung dah menuju ke sana.

Untuk ke sana saya menggunakan jasa travel yang ada di daerah Lubeg (Lubuk Begalung), Padang Timur. Di daerah ini terdapat beberapa agen jasa travel Padang-Solok. Murah juga tuh untuk ke Solok, cukup Rp 13.000,-. Cuman ya untuk setengah perjalanan Padang-Solok atau menuju Taman Raya Bung Hattanya itu ongkosnya ndak setengah euy huhuhu. Lama perjalanannya pun tidak sampai 1 jam juga. Daaaan sungguh luar biasa, tak hanya perjalanan Painan-Padang dan Padang-Pariaman yang mempesona dengan perbukitan dan pemandangan, jalur Padang-Solok rupanya juga eksotis euy. Walau ya agak ngeri juga soalnya meliuk-liuk di tepi jurang gitu huhuhu.

Sesampainya di sana... Krik krik krik... Luar biasa sepi, tidak ada suara orang, yang ada malah suara alam dengan binatang dan desir dedaunan hohoho. Ada sih semacam guesthouse atau bangunan kantor, tetapi kok ya tak berpenghuni jua. Akhirnya yowislah menyusuri jalanan taman yang sebenarnya lebih tepat disebut hutan deh ~_~a. Lumayan lebat euy pepohonan dan semak belukarnya. Jalanannya pun udah sedemikian berlumut dan banyak dedaunan. Hohoho sepanjang jalan saya menelusuri juga ndak menemukan satu orang pun.

Hmmm walau sendirian saja di sana, tetapi nuansa alami jelas kerasa banget di sana. Udaranya bener-bener kek Puncak euy, dingin dingin gimana gitu. Ada juga beberapa tanaman eksotis walau ya kok kesannya tak terawat gitu, tetapi ya lebih baik gitu jadi kesan liar dan alaminya ada hehehehe. Taman ini juga sepertinya relatif luas, jalan setapak untuk menyusurinya juga cukup rumit dan bercabang-cabang. Hohoho tambah ngerinya pada satu jalur yang saya lewati itu di sebelahnya sudah jadi jurang. Wuhuhuhu serem ngelewatinya, kudu hati-hati, mana sendiri pula, sapa coba yang bakal nyelametin kalau jatuh hehehe.

Hanya sekitar 1 jam saja saya berada di taman tadi. Melihat cuaca yang jadi kian mendung, saya pun memutuskan untuk kembali ke Padang. Toh, hari sudah siang kala itu dan sore jelaslah kudu balik ke Painan. Oooh liburan sungguh terasa begitu sementara dirimu. Ya sudahlah waktu tersisa kemudian digunakan untuk mengunjungi satu objek lagi yang tersisa dari daftar jelajah kali ini... yaitu Masjid Raya Ganting, Padang Timur.

Eksplorasi Barat : Ibadah di Masjid Raya Ganting

Untuk mencapai Masjid Raya Ganting dari Taman Raya Bung Hatta, jelasnya saya harus kembali ke Padang dulu dengan menggunakan travel Solok-Padang. Nah, berhentinya travel itu sebenarnya pengennya untuk turun langsung di daerah Ganting. Akan tetapi, ternyata travelnya hanya sampai di daerah Simpang Haru huhuhu. Jadi mengharukan deh turun di sana *halah*. Untung daerah Simpang Haru dan Ganting itu relatif dekat dan masih di area Padang Timur. Jadinya ya kemudian jalan kaki aja deh, walau panas menyengat kota Padang terasa hohoho.

Cukup jalan kaki 10 menit, akhirnya sampai juga di masjid ini. Hmm masjid ini menjadi tujuan jelajah saya karena hasil browsing saya menunjukkan bahwa masjid ini rupanya masjid tertua yang ada di kota Padang. Jadilah saya penasaran dengan masjid ini, kan biasanya juga masjid yang sudah berumur tua itu kan cukup khas dan punya karakter sendiri kan ya.

Saat saya sampai di sana juga ngepas waktu dhuhur sudah masuk, walau saya sempat ketinggalan jama’ahnya sayangnya. Akan tetapi, alhamdulillah setelah sholat jama’ah ada kajian singkat dhuhur waktu itu. Jadilah saya mengikutinya, momennya pas banget.

Bicara tentang arsitektur masjid ini emang kerasa tuanya kok. Ketuaannya itu juga yang bikin kesan agak muram pada masjid ini. Saya sempat melihat ada beberapa area juga yang sedang direnovasi.  Itu tentang bagian interiornya, kalau tampak luar sih masjid dengan kombinasi kuning dan hijau muda ini masih tampak gagah, walau ada semacam bangunan tak bertembok di depan yang jadinya agak mengganggu keindahannya. Sepertinya sih bangunan itu digunakan untuk keperluan perayaan kurban yang lalu.

Sehabis ke Masjid ini, sebagaimana ritual wajib kalau berkunjung ke Padang adalah pergi ke Gramedia. Hmm sayangnya belum ada buku yang menarik hati untuk dibeli, yowislah jadilah langsung balik aja deh ke Painan. Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuah sungguh jelajah eksplorasi empat penjuru yang sangat berkesan.

Hahaha itu aja deh berbagi cerita liburan saya ala kepanjangannya saya seperti biasa hehehe.Bingung juga gimana mau diringkasnya. Kalau mau dipecah postingannya kok rasanya jadi potongan-potongan cerita yang tidak bersatu. Ya jadilah totalitas bercerita jadi satu kisah tersendiri. Ah pada satu kesimpulan yang jelas pula, sungguh Ranah Minang ini emang elok nian pemandangannya. So, tak usah ragulah apabila Uni dan Uda sekalian hendak plesiran ke Ranah Minang hehehe. Saya tunggu kedatangan anda sekalian hohoho...

Painan, 29 Desember 2011, 16.51

37 komentar:

  1. ketemuan ama uni ismi ga nas?
    lagi menghitung hari tuh, apa udah lahir ya jangan2..

    BalasHapus
  2. belum nih.. kemaren sempet sms rumahnya dekat dengan lokasi saya plesiran... di Padang Timur, deket simpang haru yang mengharukan itu hehehe...

    setelah kemaren rembukan dengan temen2 se-Sumbar dan uni Ismi sendiri, sepertinya lebih afdhol berkunjung saat sudah lahirannya nanti. yo memang nih kan udah masuk HPLnya tuh.

    BalasHapus
  3. Wahh... Perjalanan yang menarik.. :D
    jadi bingung mau komenin yang mana dulu.. terlalu banyak sih.. :p
    Jadi ceritanya Anas gak bisa pulang kampung ya tahun ini?

    BalasHapus
  4. wuooooh..... masih empat penjuru lagi donk :)
    tenggara, barat daya, barat laut, dan timur laut
    xixixixixixi

    *eh bener nggak sih

    BalasHapus
  5. Belum sempet baca, komen dulu deh :D

    BalasHapus
  6. yo sekadar berbagi cerita ajalah....
    hahaha biar ntar ndak dicommentin yang aneh2 hihihihi
    akhir tahun ndak pulang
    awal tahun semoga pulaaaaaaaaaaaang

    BalasHapus
  7. delapan arah mata angin kan mas... betul juga hahahaha
    baiklah jadi tambah tersemangati nih hihihihi

    BalasHapus
  8. istilah sederhananya.... mampir kan....

    BalasHapus
  9. nek ing Jakarta yo iso to ditelusuri jejak-jejak pelajaran Budnuse...
    jelase lumayan kerasa manfaate sinau Budnus lo mbak...

    BalasHapus
  10. Foto2mu bener2 bikin iri.... Udah lama ga jalan ke tempat yang tenang gitu......

    BalasHapus
  11. Baru sebatas menjelahi bukittinggi.... :(

    BalasHapus

  12. Lah.. gak pingin dikomen yang aneh-aneh gimana?hahaa..
    Taman Raya bung Hatta itu masih asli ya lingkungannya..
    saya kira kayak kebun raya bogor.. (padahal belum pernah ke KRB juga) hhee..
    Kayaknya asik buat camping tuh..
    *mengabaikan foto pojok kanan bawah...* hahaaaa :D

    BalasHapus
  13. yg sago.. ada slh stu angel yg prsis dgn yg sy ambil... hnya sj yg wkt sy lyt airnya sdg berwarna... dan bru tau kl itu namanya daerah sago... hehe..


    yg lainnya bm prnh sy knjungi smw.. hehe..










    BalasHapus
  14. lucu baca ekspresi dalam note ni. dengan hohoho, hehehe, hingga hoooo.. lengkap deh ekspresi dari uda Anas ini. btw, Gramedianya cuma ada di Padang kota ya?

    BalasHapus
  15. bukan tanda menyerah kan mbak saking puanjangnya tulisan saya huhuhu

    bolehlah anggap saja sedang berada di puncak tertinggi klimaks tulisan saya heheheh

    BalasHapus
  16. bener-bener hanya suara alam yang bisa kita denger.... sungguh emang nenangin ati...

    walau di Jakarta sepertinya semrawut gitu, saya rasa Kak Muse will find the way buat nenangin hati di sana.... selamat mencari Kak... :)

    BalasHapus
  17. dan saya belum puas menelusuri bukittinggi huhuhuhu
    pokoke nggak bakalan puas untuk menelusuri Ranah Minang ni, Uda...
    jadi ya mari berkunjung lagi hehehehe

    BalasHapus
  18. teh sodaaaaaaaaaaaaa hehehehe
    beliin dunks Mus...
    di Painan sedang panas dan gerah ni euy

    BalasHapus
  19. yo gitu deh heheheh
    yoa sebenarnya konsep awalnya taman yang rapi tapi saking udah lamanya kemudian jadi terkesan liar dan alami gitu...
    semula yo tak kira kek KRB... cuman emang KRB lebih rapi dan juga jalanannya lumayan gedhe (di Taman Raya Bung Hatta setapak doang)
    hmm camping? sepertinya ndak ada lahan tuh saking lebatnya pohon dan semak belukar... deket jurang pula huhuhu ngeri... tapi ada bangunan yang sepertinya sih guest house gitu (tapi saat saya ke sana sepiiiiiiiiiii banget)
    hahahah foto bawah kan ekspresi terpesona dengan kealamian taman tuh

    BalasHapus
  20. kemaren sebenarnya di kejauhan entah mengapa airnya jadi kecokelatan, tidak terlihat biru... ada foto laen cuman ndak saya tampilin di sini... eksotis bener kan ya daerah itu....

    BalasHapus
  21. kok ga ada nasi padang?hehe...*krucuk krucuk...elus2perut..C#

    BalasHapus
  22. nyaman dan merasa nanazh banget pake ekspresi ini untuk bercerita hehehe....
    gramedia di Ranah Minang ini adanya cuman di Kota Padang saja, Uda huhuhu....
    tapi ada beberapa toko buku lain yang oukeh punya sih, apalagi buku agama, ada yang jadi rujukan.

    BalasHapus
  23. keseriingeeeeeeeeeeeeeeeen kangmas.............
    seneng yo karo Nasi Padang, yowis lek ndang mrene kangmas...

    BalasHapus
  24. ketika terpisah dan berada di nagari urang ya jadilah kemudian jalan2 sebagai penawar kerinduan huhuhu

    BalasHapus
  25. yang komen lembek ngambang ya nas? hhaaa
    sayang ya, padahal kalau dirawat pasti bisa menarik wisatawan dari berbagai penjuru..
    Pembangunan (termasuk wisata) masih terpusat di jowo sih..
    Ada guest house kayak villa? mungkin penghuninya dari dunia lain nas.. hahaa

    BalasHapus
  26. aaaaaaaah kau mulai deh dengan kalimat itu... nek aku lagi mangan piye jal hohoho...
    yoyoyo nuansa sentralisasi emang masih kerasa banget di pulau baratnya jawa ini...
    guest housenya tahu deh, kosong plong... tapi yo ketokane terawat... sepertinya sih pada libur kali kalau liburan gini (lah padahal kan kalau ada pengunjung kan lebih banyak di hari libur kan ya ~_~a)

    BalasHapus
  27. Hahahaaa.. sudah terekam di dalam otak soalnya :p
    Kalau liburan mungkin penjaga guest house nya juga ikut libur.. hehee

    BalasHapus
  28. jadi di luar kepala gitu ya... hohoho ~_~a

    iyo nih sepertinya kek gitu... tapi yo ndak asyik lah yaow... kasihan nasib pelancong terlantar kek diriku kemaren huhuhu

    BalasHapus
  29. Memangnya Anas berencana nginep disitu? hhee..

    BalasHapus
  30. Asyiklah jlajah 4-pjurumu.
    Syukur kalau y.a.d. kau dapat critakan dikit lagi tentang taman.

    BalasHapus
  31. nggak ah... serem en creepy gitu.... enaknya cuman buat jalan2 bentar doang euy huhuhu

    BalasHapus
  32. begitulah adanya
    ceritanya masih sedikit karena sebenarnya masih kurang eksplorasi di sana...
    hanya sekitar 1-2 jam saja saya berada di sana
    tapi ya cukup membuat kesan alaminya sudah begitu terasa kental :)

    BalasHapus