Selasa, 10 Januari 2012

ini bukan pekerjaan yang mudah

Hufh, rasanya ingin menghela nafas sejenak dan menariknya dalam-dalam.

Di kala pekerjaan ini terasa semakin menjajah waktu dan kesempatan diri. Di kala pekerjaan inilah pula yang menjadikan diri begitu jauh ditempatkan. Di kala pekerjaan ini pada garis besarnya sebenarnya adalah suatu pekerjaan yang beresiko tinggi...

Ah rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk berkeluh kesah dalam tulisan kali ini...

Akan tetapi, berita yang sampai pada diri tentang betapa pekerjaan ini bukanlah hal yang mudah dan begitu beresiko sungguh menjadikan semuanya itu seakan pada berada pada klimaksnya...

“Dua orang mantan pegawai KPPN Jakarta II telah divonis hukuman bersalah atas terjadinya pemalsuan dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) dan persetujuan pencairan dana oleh KPPN atas SPM palsu tersebut, sehingga didakwa dengan tuduhan korupsi.”

Kronologis lebih lengkapnya dapat disimak pada tautan berikut http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/01/10/solidaritas-untuk-ujung-tombak-penyerapan-apbn/

Rekan sejawat satu instansi kami telah dituduh dengan perbuatan korupsi. Padahal mereka sudah menjalankan segala prosedur pemeriksaan dan pengujian agar dokumen berdasarkan Standard Operating Procedures (SOP) yang mengacu pada praktek sehat dan amanat dari Undang-undang tentang Keuangan dan Perbendaharaan Negara. Lalu bagaimanakah SPM yang asli tapi palsu itu kemudian menjerat mereka yang sudah bertindak sebagaimana keharusan mereka?

Perlu diketahui sebelumnya KPPN berfungsi sebagai kantor yang melayani permintaan pengajuan pencairan dana yang bersumber dari APBN untuk seluruh kegiatan operasional, proyek, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh aparat satuan kerja pemerintahan. Satuan kerja diharuskan untuk mengajukan SPM sebagai dasar bagi KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang kemudian menjadi landasan sah terjadinya pemindahbukuan dari rekening kas negara kepada rekening-rekening satuan kerja pemerintah berkenaan atau pihak ketiga sehubungan dengan dana pelaksanaan kegiatan tersebut.

Terungkaplah kemudian pada serangkaian pembuktian dan kronologis dari berlangsungnya kasus ini rupanya menyimpan suatu keganjalan di mana SPM tersebut adalah SPM yang sebenarnya memang ditandatangani oleh pejabat yang berkenaan (dari suatu kementerian), sehingga SPM itu nyata keasliannya, hanya saja oleh pihak ketiga dana proyek tersebut diselewengkan tidak sebagaimana untuk peruntukan kegiatan yang tertera pada SPM tersebut.

Lucunya berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun selama persidangan juga sudah jelas terungkap bahwa SPM tersebut pada mulanya adalah kumpulan kertas kosong yang ditandatangani oleh pejabat berkenaan dan pejabat tersebut kemudian tak sempat untuk memeriksa SPM tersebut (bahkan pun melihat setelah dicetak) sebelum diajukan ke KPPN karena alasan hendak berangkat naik haji.

Masih salahkah rekan kami yang tidak tahu menahu tentang SPM asli tapi palsu itu bisa lolos pencairan dana? Bukankah seharusnya pejabat yang sebegitunya lalai dan kurang bertanggungjawab itu juga harusnya didakwakan tuduhan korupsi?

Ah, nyatanya pejabat itu bebas dari tuduhan apa pun dan kemudian petugas KPPN itulah yang dikenakan tuduhan karena malah dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya. Pengajuan SPM yang sudah lengkap dan juga dibubuhi tanda tangan asli bagaimana pula bisa ditolak lagi saat itu? Apalagi dengan konsep pengelolaan keuangan negara yang kini menerapkan prinsip “let’s the manager manage” yang mana berarti pula bahwa kewenangan beserta tanggung jawab sepenuhnya berada pada Kementerian/Lembaga terkait.

Dapat diibaratkan sederhananya seperti ini. Anggap saja KPPN sebagai suatu teller pada suatu bank dan customer yang hendak menarik dananya itu adalah para satuan kerja pemerintah. Customer hendak mencairkan dana melalui cek giro bank yang sebelumnya merupakan cek kosong yang sudah ditandatangani oleh pemiliknya karena keterdesakan suatu keperluan. Oleh pihak customer tersebut disalahgunakan cek kosong itu dengan nilai nominal yang ditarik dipergunakan untuk kepentingan pribadinya. Saat pengajuan cek itu kepada teller tentu dana pun bisa ditarik sejumlah uang yang diinginkan. Kalau cerita seperti ini, apakah teller yang bersalah atau customernya yang lalai? Tentulah kasus lazim seperti ini, yang dicari-cari adalah si customernya, bukan tellernya yang kemudian dituduh atas kelalaian penarikan dana.

“Saya pada saat itu sebagai ujung tombak Reformasi Birokrasi, dan saya hanya melaksanakan tugas sesuai dengan aturan yang diterapkan. Kok tiba-tiba saya dituduh sebagai seorang koruptor!” Ah, sungguh terngiang perkataan rekan yang tertuduh saat memberikan tanggapan atas gugatan yang ditimpakan olehnya. Pun dapat dibuktikan pula bahwa dari keduanya tidak ada aliran dana hasil penyelewengan tersebut ke rekening pribadi mereka.

“Semua pegawai KPPN, khususnya front office (FO) dan seksi-seksi tertentu akan mengundurkan diri daripada tertimpa musibah dalam bentuk menanggung dosa yang tidak pernah mereka lakukan.” Ah, sungguh perkataan yang terucap oleh rekan tertuduh ini begitu terdengar ironis yang miris saat diucapkannya ketika pembacaan pledoi (nota pembelaan) atas dirinya sendiri pada persidangan.

Berbagai reaksi pun berdatangan dari rekan sejawat dari seluruh pelosok negeri ini untuk meminta keadilan yang sebenarnya atas kasus ini. Sungguh ini adalah momen yang sangat kelam bagi instansi kami. Bagaimana tidak? Perjuangan kami dalam mencapai layanan publik seoptimal mungkin dan mendapatkan apresiasi tinggi dalam hal penilaian antikorupsi kini dinodai dengan tuduhan salah alamat seperti ini.

Simak saja beberapa tulisan berikut ini http://www.keuanganpublik.com/2012/01/introduksi-sebagai-rasa-turut-prihatin.html , http://mycatalanz.blogspot.com/2012/01/sebuah-legitimasi-terhadap-perampokan.html, http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/01/10/air-mata-untuk-ujung-tombak-apbn, https://www.facebook.com/groups/119945634766368, http://tonipabayo.blogspot.com/2011/04/2-pegawai-kppn-ditahan-terkait.html, dan masih banyak tulisan setema lainnya. Jelasnya, bagi para pejuang perbendaharaan, yang kemudian saya simpulkan bahwa pekerjaan yang kami emban ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Peran sebagai sosok punggawa pengawal keuangan negara begitu terasa dan luput sedikit saja dari pelaksanaan peran ini nyatanya dapat berdampak fatal seperti ini.

Melalui tulisan ini, saya pribadi memohon doa dari pembaca sekalian untuk adanya pencerahan yang jelas untuk kasus ini dengan ditegakkannya keadilan dan dijunjungnya kebenaran untuk mereka yang salah tertuduh. Doakan kami pula, para pejuang perbendaharaan, dapat masih melakukan hal yang terbaik dan menjaga sebaik mungkin pengelolaan keuangan negara ini dari tangan-tangan yang hendak menyelewengkannya.

Ini bukanlah pekerjaan yang mudah memang. Apalagi untuk diri sendiri yang menjadi sang penjaga harta untuk Rp 2.482.068.000,00 yang menjadi anggaran untuk kantor saya selama satu tahun anggaran ini L... Ya Allah mudahkanlah hamba menjalankan amanah ini...

Painan, 11 Januari 2012, 00.28

47 komentar:

  1. Aamiin

    Moga diberi ketabahan, kedabaran dan selalu dikuatkan menghadapi segala hal, aamiin

    Miris ya :(

    BalasHapus
  2. astaga..
    Inilah Indonesia, yang benar disalahkan.. Yang salah berkeliaran..
    Turut prihatin. Semoga rekan anas mendapatkan keadilan.. Aminn

    BalasHapus
  3. ikut mengaminkan.

    sepertinya pernah denger kalau bawahan itu berada di bawah pengawasan atasannya. kalau bawahan sudah melaksanakan ketentuan sesuai prosedur maka atasan seharusnya membela.

    kalau dr cerita itu.... yg teledor itu ya si pejabat itu yg bikin tanda tangan sembarangan....

    BalasHapus
  4. Amiiiinnnnnn... Aku juga baru tau kasus ini semalam...

    BalasHapus
  5. sudah cukup lama sebenernya denger kasus ini; tak disangka masih berlanjut sampai sekarang. Sementara kasus2 yg lebih besar dan jelas2 korupsi seakan berlalu begitu saja...

    BalasHapus
  6. mungkin perlu dibekali ilmu kedukunan Nas...hehe...padake dewo ae iso ngerti wong jahat opo ora.C#

    BalasHapus
  7. Lebih waspada dan teliti dek dalam menjalankan tugas. jangan sampai seperti rekan kita yang terjebak keserakahan oknum K/L. Semoga mas Agim dan Mbak Nur dan dek Erfan diberi kesabaran dalam menghadapi cobaan ini.

    BalasHapus
  8. Kasian yg jadi korban, dituduh semana2 ckckck

    BalasHapus
  9. ikut sedih dengernya, ntah kapan jaminan keadilan dalam hukum indonesia benar2 ada

    BalasHapus
  10. semoga Nanaz ttp istiqomah ya...

    Bismillah. jgn takut!!!

    BalasHapus
  11. tetap semangat nas...
    kata kuncinya di pengujian kebenaran material itu nas. yang seharusnya menguji dan memang diwajibkan menguji kebenaran materialnya kan kementerian/lembaga, bukan petugas kppn.

    tetap semangat pokoke. semoga keadilan ditegakkan.

    BalasHapus
  12. Nas, minta dasar hukum tentang prosedur SPM, dari yang tertinggi sampe yang terendah. Mau mempelajarinya dulu sebelum berkomentar. :D

    BalasHapus
  13. setiap pekerjaan emang ada risikonya, tapi bekerja sebagai abdi negara menurut saya emang harus kuat2 iman, jangan sampe tergelincir di lahan basah. sabar yaa nanas. dan semoga terhindar dari tuduhan2 itu. aamiin.

    BalasHapus
  14. mmm...

    i always wonder why birds stay in the same place when they can fly anywhere on the earth...simpulannya?

    hihiii trolling banget :D

    BalasHapus
  15. semangat mas, memang begitulah ujian, pasti ada hikmahnya :D

    BalasHapus
  16. Allahumma aamiin... jazakillah ya mbak...
    segala hal sangkut paut dengan uang itu emang begitu rentan... apalagi uang negara yang kami kawal arus keluar masuknya....
    sungguh sudah miris sekali rasanya, mengiris hati pula

    BalasHapus
  17. Salah benar seakan sudah menjadi batas yang tidak jelas lagi... seakan semuanya adalah abu-abu....
    Allahumma aamiin...
    keadilan sudah menjadi barang langka memang....

    BalasHapus
  18. Jazakillah mbak turut mengaminkan...

    BalasHapus
  19. ceritanya itu kan bawahan dan atasannya yang jadi tertuduh...
    nah, cuman yang memang agak kurang terekspos di kalangan kami adalah pernyataan sikap tegas dari pimpinan instansi kami...
    nyatanya nih memang ada tindak lanjutnya, hanya saja memang mungkin karena terkendala birokrasi jadi respon pimpinan kami terlambat rasanya dan kurang greget

    BalasHapus
  20. jazakallah kakak....
    iya tentunya di Kementerian Keuangan sudah heboh sekali masalah kasus ini...
    ini tidak hanya menyangkut integritas dari instansi perbendaharaan kan, juga nyangkut ke saudara-saudara instansi lainnya dalam ruang lingkup Kementerian Keuangan

    BalasHapus
  21. wong SPM asli tapi palsu itu kejadiannya udah sekian tahun lalu, terus pemeriksaannya baru ketawan belakangan ini... dan persidangannya emang njelimet banget mas... membutuhkan jeda waktu lama... sempat jadi tahanan kota pula...

    BalasHapus
  22. Allahumma aamiin... saling mendoakan ya Uda... amanah apa pun itu pada dasarnya adalah suatu hal terberat memang

    BalasHapus
  23. ya kuwi... untuk mengetahui satker yang nakal dan tidak itu tuh bener-bener masih semu... jadinya ya sepertinya perlu memang ilmu seperti itu... ilmu kebatinan aja sih tapi :)
    tapi sebenarnya pula untuk KPPN dengan ruang lingkup yang masih sedikit satkernya, kami masih bisa menilai bagaimana tingkah lakunya... kesulitannya memang yang di Jakarta itu, satker pemerintahannya buanyaaaaaaaaaak banget....

    BalasHapus
  24. betul mbak.... apalagi yang perlu dikritisi adalah produk layanan kami yang harus menjadikan SPM itu berubah jadi SP2D selama 1 jam... dengan waktu yang teramat sedikit seperti itu pengecekan yang lebih teliti itu menjadi hambatan tersendiri... regulasi yang seperti ini perlu dievaluasi
    bahkan pun sempat ada KPPN yang kemudian mengambil kebijakan agar penelitian SPM lebih intensif dan tidak lagi mempedulikan seberapa cepat dokumen tersebut harus diterbitkan

    BalasHapus
  25. dikambinghitamkan yang kemudian dijadikan momentum untuk berpita hitam....

    kejadian yang membuat naik pitam semua pejuang perbendaharaan

    BalasHapus
  26. tetapi kita percaya tentunya bahwa suatu saat akan ada waktunya keadilan akan tegak dalam hukum indonesia bukan....

    semoga kita termasuk orang-orang yang mengusungnya pula

    BalasHapus
  27. Allahumma aamiin mas...
    hufh sempat membuat hati dan pikiran ini keder....
    buktinya ya semalam jadi ndak bisa tidur huhuhu

    BalasHapus
  28. Rempongnya hanya sekedar menyerap anggaran...itu aja masih susuk 90T...wkwkwk..C#

    BalasHapus
  29. filosofi let's the manager manage itulah, mas huhuhu....
    semangati terus ya Uda...sungguh pekerjaan ini semakin lama semakin berat tantangannya....

    BalasHapus
  30. dari tertingginya jelas paket peraturan perundang-undangan keuangan negara, UU No. 17 tahun 2003 dan lebih nyambungnya ke UU Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara....
    nah, teknis pelaksanaannya diatur di Keputusan Presiden no. 42 tahun 2002 tentang mekanisme pelaksanaan APBN, ada sih beberapa update perubahan aturannya tapi lupa apa aja hehehe....
    dari situ ada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER-66 tahun 2005 tentang hal yang sama (ada perubahannya pada PER-11 tahun 2011 pula...
    nah, tentang SOP kami ada di Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-185 tahun 2010....

    kalau mau dipelajari dan diunduh peraturannya, monggo mampir ke situs yang saya rekomendasikan ini http://www.wikiapbn.org/artikel/Portal_Peraturan_Perundang-undangan_Bidang_Perbendaharaan

    BalasHapus
  31. uang negara itu bikin beberapa oknum jadi gelap mata.... ah, segala hal ihwal tentang uang ini begitu menjemukan jadinya rasanya

    BalasHapus
  32. Jazakillah mbak turut mengaminkan

    BalasHapus
  33. betul sekali, mbak...
    sungguh harus dapat memperoleh hikmah yang banyak dari kasus ini...
    Allahumma aamiin atas doanya,,, jazakillah mbak

    BalasHapus
  34. tentang ke-PNS-an kitakah? Ah, Uda.... tak mampu diri ini menangkap apa maksud di balik kiasanmu itu....

    BalasHapus
  35. bener sekali, Edwin...
    dunia kerja itu sungguh belantara yang sangat luaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaas sekali... entah ada apa saja di dalamnya, kita yang diharuskan untuk menjelajahinya

    BalasHapus
  36. anggaran yang sedemikian besarnya itu entah kenapa memang kadang kok rasanya output dan outcomen belum sebegitunya ada ya.... padahal sistem pencanangan output dan outcome itu kan sudah mulai diterapkan...

    BalasHapus
  37. lha gimana mau output dan outcome...kalo masi belajar menyerap, dengan berbagai tiktak dari rapat ini itu...belanja non modal beralasankan penyerapan...masi belajar belanja dg prosedur yg sesuai...masi banyak tahapan yg harus dilalui untuk bisa ke outcome...C#

    BalasHapus
  38. Fatah...
    yup... makanya itu... ni kan sistem baru awal sekali diterapkan... masih memerlukan tahapan dan kajian mendalam...

    emang banyak ya yang suka cari celah dari regulasi yang terkait keuangan negara hufh ~_~a

    BalasHapus
  39. semangat humpol masih menyala-nyala nih sepertinya hohoho

    BalasHapus